REKRUTMEN
POLITIK
Oleh: Muhammad Saifin Nuha Dwi Lesmana
ILMU PEMERINTAHAN
ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Dalam
setiap organisasi, angggota merupakan sumber dukungan utama. Dalam organisasi
partai politik, peran anggota sangat signifikan karena melalui anggota akan
berperan juru bicara partai dalam menyuarakan dan menyebarluasakan platform dan
program partai kepada masyarakat. Selain itu, anggota partai juga merupakan
sumber kaderisasi yang akan melahirkan calon-calon pemimpin partai pilitik,
yang kemudian akan duduk dalam jabatan-jabatan politik.
Saat
ini, partai politik di Indonesia sedang mengalami beberapa permasalahan, pertama,
partai belum memiliki prosedur perekrutan yang mapan baik dalam tatanan konsep
maupun dalam implementasinya. Persoalan inilah yang melatarbelakangi sebagian
partai politik melakukan perekrutan politik secara instan, antara lain dengan
memasukkan kalangan tertentu, khususnya pubic
figure, pejabat atau mantan pejabat, dan pengusaha sebagai anggota,
pengurus dan bahkan calon anggota legislatif maupun ekskutif tanpa kriteria dan
prosedur yang jelas. Kedua, partai masih terlalu mengandalkan
model rekruitmen konfensional, terutama bergantung pada basis dukungan lama,
yang sering kali telah mengalami pergeseran. Ini cenderung menyebabkan partai
relatif pasif dan kurang inovatif dalam mengeksplorasi pendekatan yang lebih efektif
dalam menjaga dan memperluas basis pendukung. Dampaknya adalah kesulitan partai
merekrut kalangan muda berkualitas untuk menjadi anggota dan aktifis partai. Ketiga,
rekrutmen kandidat di internal partai untuk maju dalam pemilihan umum
kurang memperhatikan aspek kinerja dari bakal calon. Selama ini proses seleksi
kandidat sering mengesampingkan pertimbangan terhadap kapasitas, integritas,
pengalaman, dan penugasan yang dimiliki bakal calon. Kedekatan terhadap
pimpinan partai biasanya menjadi faktor yang lebih menetukan. Akibat dari
kecenderungan oligarkis in adalah tersisihnya anggota partai yang lebih dahulu
bergabung dan telah memberikan kontribusi kepada partai.
Secara
umum, ada beberapa permasalahan penting yang nampak dalam proses perekrutan
yang dilakukan oleh partai politik di Indonesia. Kategorisasi dari permasalahan
itu adalah:
1
- Rekrutmen yang instan.
- Bersifat pasif dan sulit menarik kaum muda
- Kecenderungan oligarki.
- Lemahnya menejemen data keanggotaan.
Penjelasannya.
- Rekrutmen yang instan.
Sejak
runtuhnya Orde baru yang dipimpin oleh Soeharto, pemilihan jabatan publik dilakukan
melalui proses persaingan yang semakin terbuka bahkan sebagian diantaranya
melibatkan rakyat secara langsung. Dengan persaingan yang semakin ketat itu,
mengingat jumlah kandidat dan partai yang yang bersaing bertambah, maka beragam
carapun digunakan. Alhasil belakangan ini nampak ada perlombaan di antara
partai-partai untuk mengambil jalan pintas dengan melakukan perekrutan yang bersifat instan dengan menggaet kalangan
tertentu, khusunya public figure.
Kecenderungan ini bukanlah hal yang baru di negara ini. Sejak awal, pendekatan
ini banyak mendapatkan kritik dari berbagai kalangan, terutama dianggap kurang
memberikan perhatian yang serius pada aspek kapasitas, integritas, dan komitmen
terhadap ideologi perjuangan.
Alasan
partai merekrut public figure kedalam
partai mereka sebagai caleg maupun calon kepala daerah didasari pada
pertimbangan bahwa dengan popularitas pribadi yang dimiliki, mereke dianggap
lebih mudah untuk dikenali oleh pemilih terutama dari masyarakat awam. Tingkat
pengenalan publik yang tinggi ini diharapkan memperbesar peluang kandidat untuk
terpilih.
Hal
yang sama juga terjadi saat partai merekrut calon dari kalangan pengusaha karen
alasan kemampuan keuangan dalam pembiayaan kampanye. Mereka diharapkan dapat
mendanai sendiri kebutuhan biaya kampanye yang sekarang ini semakin meningkat.
Perekrutan pengusaha juga diharapan akan membantu keuangan partai dengan
sumbangan berupa dana yang diberikan kepada partai. Partai membutuhkan
pengusaha sebagai donatur sedangkan pengusaha melihat fungsi dan kewenangan
yang dimiliki partai saat ini , sebagai institusi potensial untuk memperluas
akses mereka terhadap kekuasaan. Jadi, pada perekrutan ini terjadi simbiosis mutualisme
antara partai dan pengusaha.
Sementara
itu rekruitmen politik terhadap pejabat ataupun mantan pejabat baik sipil
maupun militer, dilatarbelakangi oleh harapan pengurus partai terhadap jaringan
kekuasaan yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Sejak berakhirnya orde baru,
efektifitas jaringan kekuasaan semacam ini semakin dipertanyakan karena sudah
tidak memberikan kontribusi yang signifikan bagi kemajuan partai.
Bermaksud
memperkuat partai, masuknya pengusaha, mantan militer, kelompok darah biru
maupun golongan lainnya, bisa memunculkan masalah lain. Karakter setiap
kelompok berbeda sehingga sulit untuk disatukan. Hal ini bisa menjadi pemecah
dan pemicu konflik internal partai. Kecenderungan ini merupakan konsekuensi dan
konvergensi lemahnya kaderisasi dan kebutuhan dana yang semakin besar dalam
sistem demokrasi liberal.
Rekrutmen
instan semacam ini juga tidak membantu partai dalam meningkatkan kinerjanya
didalam pengambilan kebijakan publik. Beberapa entertainer yang terpilih dalam
pemilu 2004 lalu nampak tidak terlalu banyak terlihat sepak terjangnya sebagai
seorang wakil rakyat. Disisi lain, rekrutmen seperti ini semakin mempersempit
jalur masuk bagi kader-kader partai yang berjuang dari bawah yang secaraa
sederhana dianggap memiliki pengenalan yang lebih dalam terhadap ideologi
partai.
Partai
hanya fokus memikirkan kebutuhan jangka pendek yaitu pemenangan pemilu dan
tidak memperhatikan kebutuhan jangka panjang, khususnya pengembangan anggota.
Disatu sisi, kebijakan ini memang dianggap dapat meningkatkan perolehan suara
dalam memenangkan pemilihan, tetapi disisi lain akan berdampak negatif bagi
solidaritas internal jangka panjang.
Daftar Caleg dari Public
figure.
NASDEM
|
PAN
|
PDI P
|
PKB
|
-Doni Damara
-Jane Shalimar -Ricky Subagja -Niel Maizar (Mantan Pelatih PSSI) |
-Primus Yustisio
-Eko (Patrio) Hendro Purnomo -Ikang Fauzi -Dwiki Dharmawan -Desy Ratnasari -Anang Hermansyah -Jeremy Thomas -Ayu Azhari -Gading Martin -Yayuk Basuki |
-Rieke Dyah Pitaloka
-Yessy Gusman -Edo Kondologit -Sony Tulung -Nico Siahaan -Dedi Gumelar (Miing) |
-Ridho Rhoma
-Arzatti Bilbina -Said (Bajaj Bajuri) -Mandala Shoji -Iyeth Bustami -Akri Patrio |
PPP
|
DEMOKRAT
|
GERINDRA
|
GOLKAR
|
HANURA
|
-Angel Lelga
-Okky Asokawati -Mat Solar |
-Vena Melinda
-Inggrid Kansil -Nurul Qomar |
-Irwansyah
-Jamal Mirdad -Rachel Maryam -Bella Saphira -Iis Sugianto |
-Nurul Arifin
-Charles Bonar Sirait -Tantowi Yahya |
-Krisdayanti
-Gusti Randa -David Chalik -Teti Kadi |
- Model Rekrutmen yang pasif dan kesulitan dalam merekrut kalangan muda.
Sebagian
partai masih cenderung pasif dalam memperluas dukungan pemilih dan hanya
mengandalkan basis sosial yang sudah ada, padahal strategi ini akan sulit
menjangkau kalangan yang lebih luas.
Kesulitan
merekrut kalangan muda sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari situasi internal
partai yang ada saat ini, khususnya menyangkut peluang partisipasi kalangan
muda. Regenerasi di partai berjalan lambat, antara lain ditunjukan oleh
dominasi muka lama dalam setiap pergantian kepengurusan partai atau nominasi
dalam pemilihan jabatan publik, seperti dalam pemilihan legislatif ataupun
pilkada. Situasi seperti ini tentu saja tidak menarik bagi banyak kalangan
generasi muda potensial, sehingga untuk menarik minat kalangan generasi muda
potensial akan semakin sulit terwujud.
Kalangan
partai tampaknya menyadari persoalan ini. Sehingga, akhir-akhir ini banyak
partai yang berlomba-lomba membentuk gerakan yang mewadahi kalangan muda.
Selain itu partai juga merekrut pemuda melalui pembentukan ormas-ormas.
- Kecenderungan oligarki.
Dalam
pilkada langsung tidak sedikit partai yang mengalami kekisruhan yang disebabkan pengambilan keputusan mengenai
calon yang akan diusung atau didukung
oleh sebuah partai. Persoalan biasanya berpangkal pada perbedaan antara
aspirasi pengurus atau konstituen di tingkat bawah dengan keputusan partai pada tingkatan diatasnya dalam
menentukan calon yang diusung atau
didukung dalam pilkada. Hasil seleksi
bakal calon yang berlangsung panjang dan demokratis ditingkat bawah belum tentu
menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.
Kecendrungan
oligarkis juga terlihat dari kecendrungan masuknya orang-orang yang dianggap
dekat dengan petinggi partai, karena memiliki hubungan Keluarga dengan partai,
dalam pencalonan legislatif. Memang tidak ada bukti yang bisa dirasionalisasi
yang bersangkutan mempunyai kualifikasi yang memadai untuk mendapatkan kursi
tersebut dan menyisihkan partai yang lain, bahkan tidak sedikit yang belum lama
di partai. Ini menunjukan bahwa sentralisme dalam tubuh partai dan pola
kepemimpinan yang oligarkis masih sangat kuat. Sebenarnya kecendrungan oligarki
partai-partai merupakan warisan dari kebijakan anti partai sejak demokrasi
terpimpin dan orde baru.
Masyarakat
telah cukup lama dijauhkan dari parpol dan selama berpuluh-puluh tahun partai
dan kehidupan politik hanya menjadi urusan segelintir orang. Secara teoritis,
ada beberapa alasan yang bersifat tumpang tindih, kenapa seseorang menjadi
anggota atau aktifis partai. Selain alasan-alasan idealisme, dimana partai
dilihat sebagai sarana untuk mengekpresikan idealisme anggotanya, karena partai
mengusung nilai yang disetujui anggotanya, dan sarana anggota untuk belajar
berbagai hal mengenai politik.
Partai
juga dilihat sebagai sarana anggotanya untuk berpartisipasi dalam politik,
bahkan membantu anggota untuk mendapatkan keuntungan sosial ataupun ekonomi,
antara lain melalui pemilihan jabatan publik dimana partai menjadi salah satu
atau bahkan satu-satunya kendaraan yang sah.
- Lemahnya manajemen anggota
Partai tidak mempunyai data yang
akurat dan teruji mengenai jumlah
anggota. Partai biasanya hanya mempunyai data jumlah pengurus. Kondisi tersebut
cukup menyedihkan karena data mengenai keanggotaan ini sangat dibutuhkan,
terutama dalam hal pengembangan sumber daya kader. Dengan data yang relatif
akurat pengurus partai dapat mengenali kekurangan dan kelebihan yang ada dari
anggota-anggotanya untuk kemudian menyiapkan rencana pengembangan ke depan
melalui kaderisasi dan sebagainya.
Sumber: Materi Kuliah Bapak Tunjung Sulaksono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar