Pages

Kamis, 04 Juli 2013

REKRUTMEN POLITIK

 
REKRUTMEN POLITIK
Oleh: Muhammad Saifin Nuha Dwi Lesmana
ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Dalam setiap organisasi, angggota merupakan sumber dukungan utama. Dalam organisasi partai politik, peran anggota sangat signifikan karena melalui anggota akan berperan juru bicara partai dalam menyuarakan dan menyebarluasakan platform dan program partai kepada masyarakat. Selain itu, anggota partai juga merupakan sumber kaderisasi yang akan melahirkan calon-calon pemimpin partai pilitik, yang kemudian akan duduk dalam jabatan-jabatan politik.
Saat ini, partai politik di Indonesia sedang mengalami beberapa permasalahan, pertama, partai belum memiliki prosedur perekrutan yang mapan baik dalam tatanan konsep maupun dalam implementasinya. Persoalan inilah yang melatarbelakangi sebagian partai politik melakukan perekrutan politik secara instan, antara lain dengan memasukkan kalangan tertentu, khususnya pubic figure, pejabat atau mantan pejabat, dan pengusaha sebagai anggota, pengurus dan bahkan calon anggota legislatif maupun ekskutif tanpa kriteria dan prosedur yang jelas. Kedua, partai masih terlalu mengandalkan model rekruitmen konfensional, terutama bergantung pada basis dukungan lama, yang sering kali telah mengalami pergeseran. Ini cenderung menyebabkan partai relatif pasif dan kurang inovatif dalam mengeksplorasi pendekatan yang lebih efektif dalam menjaga dan memperluas basis pendukung. Dampaknya adalah kesulitan partai merekrut kalangan muda berkualitas untuk menjadi anggota dan aktifis partai. Ketiga, rekrutmen kandidat di internal partai untuk maju dalam pemilihan umum kurang memperhatikan aspek kinerja dari bakal calon. Selama ini proses seleksi kandidat sering mengesampingkan pertimbangan terhadap kapasitas, integritas, pengalaman, dan penugasan yang dimiliki bakal calon. Kedekatan terhadap pimpinan partai biasanya menjadi faktor yang lebih menetukan. Akibat dari kecenderungan oligarkis in adalah tersisihnya anggota partai yang lebih dahulu bergabung dan telah memberikan kontribusi kepada partai.
Secara umum, ada beberapa permasalahan penting yang nampak dalam proses perekrutan yang dilakukan oleh partai politik di Indonesia. Kategorisasi dari permasalahan itu adalah:
1
  1. Rekrutmen yang instan.
  2. Bersifat pasif dan sulit menarik kaum muda 
  3. Kecenderungan oligarki.
  4. Lemahnya menejemen data keanggotaan.
Penjelasannya.
  •  Rekrutmen yang instan.
Sejak runtuhnya Orde baru yang dipimpin oleh Soeharto, pemilihan jabatan publik dilakukan melalui proses persaingan yang semakin terbuka bahkan sebagian diantaranya melibatkan rakyat secara langsung. Dengan persaingan yang semakin ketat itu, mengingat jumlah kandidat dan partai yang yang bersaing bertambah, maka beragam carapun digunakan. Alhasil belakangan ini nampak ada perlombaan di antara partai-partai untuk mengambil jalan pintas dengan melakukan perekrutan  yang bersifat instan dengan menggaet kalangan tertentu, khusunya public figure. Kecenderungan ini bukanlah hal yang baru di negara ini. Sejak awal, pendekatan ini banyak mendapatkan kritik dari berbagai kalangan, terutama dianggap kurang memberikan perhatian yang serius pada aspek kapasitas, integritas, dan komitmen terhadap ideologi perjuangan.
Alasan partai merekrut public figure kedalam partai mereka sebagai caleg maupun calon kepala daerah didasari pada pertimbangan bahwa dengan popularitas pribadi yang dimiliki, mereke dianggap lebih mudah untuk dikenali oleh pemilih terutama dari masyarakat awam. Tingkat pengenalan publik yang tinggi ini diharapkan memperbesar peluang kandidat untuk terpilih.
Hal yang sama juga terjadi saat partai merekrut calon dari kalangan pengusaha karen alasan kemampuan keuangan dalam pembiayaan kampanye. Mereka diharapkan dapat mendanai sendiri kebutuhan biaya kampanye yang sekarang ini semakin meningkat. Perekrutan pengusaha juga diharapan akan membantu keuangan partai dengan sumbangan berupa dana yang diberikan kepada partai. Partai membutuhkan pengusaha sebagai donatur sedangkan pengusaha melihat fungsi dan kewenangan yang dimiliki partai saat ini , sebagai institusi potensial untuk memperluas akses mereka terhadap kekuasaan. Jadi, pada perekrutan ini terjadi simbiosis mutualisme antara partai dan pengusaha.
Sementara itu rekruitmen politik terhadap pejabat ataupun mantan pejabat baik sipil maupun militer, dilatarbelakangi oleh harapan pengurus partai terhadap jaringan kekuasaan yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Sejak berakhirnya orde baru, efektifitas jaringan kekuasaan semacam ini semakin dipertanyakan karena sudah tidak memberikan kontribusi yang signifikan bagi kemajuan partai.
Bermaksud memperkuat partai, masuknya pengusaha, mantan militer, kelompok darah biru maupun golongan lainnya, bisa memunculkan masalah lain. Karakter setiap kelompok berbeda sehingga sulit untuk disatukan. Hal ini bisa menjadi pemecah dan pemicu konflik internal partai. Kecenderungan ini merupakan konsekuensi dan konvergensi lemahnya kaderisasi dan kebutuhan dana yang semakin besar dalam sistem demokrasi liberal.
Rekrutmen instan semacam ini juga tidak membantu partai dalam meningkatkan kinerjanya didalam pengambilan kebijakan publik. Beberapa entertainer yang terpilih dalam pemilu 2004 lalu nampak tidak terlalu banyak terlihat sepak terjangnya sebagai seorang wakil rakyat. Disisi lain, rekrutmen seperti ini semakin mempersempit jalur masuk bagi kader-kader partai yang berjuang dari bawah yang secaraa sederhana dianggap memiliki pengenalan yang lebih dalam terhadap ideologi partai.
Partai hanya fokus memikirkan kebutuhan jangka pendek yaitu pemenangan pemilu dan tidak memperhatikan kebutuhan jangka panjang, khususnya pengembangan anggota. Disatu sisi, kebijakan ini memang dianggap dapat meningkatkan perolehan suara dalam memenangkan pemilihan, tetapi disisi lain akan berdampak negatif bagi solidaritas internal jangka panjang.

            Daftar Caleg dari Public figure.
NASDEM
PAN
PDI P
PKB
-Doni Damara
-Jane Shalimar
-Ricky Subagja
-Niel Maizar (Mantan Pelatih PSSI)

-Primus Yustisio
-Eko (Patrio) Hendro Purnomo
-Ikang Fauzi
-Dwiki Dharmawan
-Desy Ratnasari
-Anang Hermansyah
-Jeremy Thomas
-Ayu Azhari
-Gading Martin
-Yayuk Basuki
-Rieke Dyah Pitaloka
-Yessy Gusman
-Edo Kondologit
-Sony Tulung
-Nico Siahaan
-Dedi Gumelar (Miing)
-Ridho Rhoma
-Arzatti Bilbina
-Said (Bajaj Bajuri)
-Mandala Shoji
-Iyeth Bustami
-Akri Patrio

PPP
DEMOKRAT
GERINDRA
GOLKAR
HANURA
-Angel Lelga
-Okky Asokawati
-Mat Solar
-Vena Melinda
-Inggrid Kansil
-Nurul Qomar
-Irwansyah
-Jamal Mirdad
-Rachel Maryam
-Bella Saphira
-Iis Sugianto
-Nurul Arifin
-Charles Bonar Sirait
-Tantowi Yahya
-Krisdayanti
-Gusti Randa
-David Chalik
-Teti Kadi


  •  Model Rekrutmen yang pasif dan kesulitan dalam merekrut kalangan muda.
Sebagian partai masih cenderung pasif dalam memperluas dukungan pemilih dan hanya mengandalkan basis sosial yang sudah ada, padahal strategi ini akan sulit menjangkau kalangan yang lebih luas.
Kesulitan merekrut kalangan muda sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari situasi internal partai yang ada saat ini, khususnya menyangkut peluang partisipasi kalangan muda. Regenerasi di partai berjalan lambat, antara lain ditunjukan oleh dominasi muka lama dalam setiap pergantian kepengurusan partai atau nominasi dalam pemilihan jabatan publik, seperti dalam pemilihan legislatif ataupun pilkada. Situasi seperti ini tentu saja tidak menarik bagi banyak kalangan generasi muda potensial, sehingga untuk menarik minat kalangan generasi muda potensial akan semakin sulit terwujud.
Kalangan partai tampaknya menyadari persoalan ini. Sehingga, akhir-akhir ini banyak partai yang berlomba-lomba membentuk gerakan yang mewadahi kalangan muda. Selain itu partai juga merekrut pemuda melalui pembentukan ormas-ormas.
  • Kecenderungan oligarki.
Dalam pilkada langsung tidak sedikit partai yang mengalami kekisruhan yang  disebabkan pengambilan keputusan mengenai calon yang akan diusung atau didukung  oleh sebuah partai. Persoalan biasanya berpangkal pada perbedaan antara aspirasi pengurus atau konstituen di tingkat bawah dengan keputusan  partai pada tingkatan diatasnya dalam menentukan calon yang diusung  atau didukung  dalam pilkada. Hasil seleksi bakal calon yang berlangsung panjang dan demokratis ditingkat bawah belum tentu menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.
Kecendrungan oligarkis juga terlihat dari kecendrungan masuknya orang-orang yang dianggap dekat dengan petinggi partai, karena memiliki hubungan Keluarga dengan partai, dalam pencalonan legislatif. Memang tidak ada bukti yang bisa dirasionalisasi yang bersangkutan mempunyai kualifikasi yang memadai untuk mendapatkan kursi tersebut dan menyisihkan partai yang lain, bahkan tidak sedikit yang belum lama di partai. Ini menunjukan bahwa sentralisme dalam tubuh partai dan pola kepemimpinan yang oligarkis masih sangat kuat. Sebenarnya kecendrungan oligarki partai-partai merupakan warisan dari kebijakan anti partai sejak demokrasi terpimpin dan orde baru.
Masyarakat telah cukup lama dijauhkan dari parpol dan selama berpuluh-puluh tahun partai dan kehidupan politik hanya menjadi urusan segelintir orang. Secara teoritis, ada beberapa alasan yang bersifat tumpang tindih, kenapa seseorang menjadi anggota atau aktifis partai. Selain alasan-alasan idealisme, dimana partai dilihat sebagai sarana untuk mengekpresikan idealisme anggotanya, karena partai mengusung nilai yang disetujui anggotanya, dan sarana anggota untuk belajar berbagai hal mengenai politik.
Partai juga dilihat sebagai sarana anggotanya untuk berpartisipasi dalam politik, bahkan membantu anggota untuk mendapatkan keuntungan sosial ataupun ekonomi, antara lain melalui pemilihan jabatan publik dimana partai menjadi salah satu atau bahkan satu-satunya kendaraan yang sah.

  • Lemahnya manajemen anggota
Partai tidak mempunyai data yang akurat dan  teruji mengenai jumlah anggota. Partai biasanya hanya mempunyai data jumlah pengurus. Kondisi tersebut cukup menyedihkan karena data mengenai keanggotaan ini sangat dibutuhkan, terutama dalam hal pengembangan sumber daya kader. Dengan data yang relatif akurat pengurus partai dapat mengenali kekurangan dan kelebihan yang ada dari anggota-anggotanya untuk kemudian menyiapkan rencana pengembangan ke depan melalui kaderisasi dan sebagainya.

Sumber: Materi Kuliah Bapak Tunjung Sulaksono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar